Monday, March 2, 2009
Silahkan Hubungi Kami
website: www.arsimedik.com
weblog: www.BorneoTourismWatch.wordpress.com
Informasi lebih lengkap dapat menghubungi:
Jakarta Arsimedik Studio (JAS)
Metro Permata II C8-86
Tel.021-324 29238
Fax.021-734 40151
Mail: arsimedik at yahoo.com
www.arsimedik.com
Monday, June 2, 2008
MARS PLN

Hi..
berikut merupakan karya saya dan dr.Rose Tan (syair dan aransemen) dalam rangka menyambut dan memeriahkan Visi PLN di tahun 2007 lalu untuk menjalankan program dan target mereka dalam memberikan pelayanan yang terbaik di Indonesia.
Pelantun lagu ini pada saat rekaman adalah Johan Tarigan, mahasiswa ISI Yogya yang multitalented, bersuara emas, pemain flute yang handal dengan ragam alat musik lainnya.
Rekaman dibuat di "Babah Studio", milik seorang mahasiswa kedokteran UGM yang mencintai musik sejak masa kecilnya.
Lagu tersebut sepenuhnya telah menjadi hak milik PLN.
Bagi penyuka musik..Let's march!!
Thursday, May 22, 2008
KEBUDAYAAN & ARSITEKTUR: REFLEKSI 2008 (seri 2)
Hal tersebut mau tidak mau mengkaitkan eksistensi manusia dengan kebudayaannya. Di dalam pandangan teologi Reformed Injili, manusia adalah ciptaan tertinggi nilainya di banding ciptaan yang lain. Manusia dicipta oleh Pencipta dengan prinsip penciptaan sesuai peta dan teladan Allah Pencipta (imago Dei). Point krusial inilah yang langsung membedakan manusia dengan makhluk ciptaan lainnya, yakni adanya unsur beragama dan adanya unsur berbudaya (Tong, 2007). Manusia memiliki kemampuan untuk mencipta sesuatu, berinovasi, berkarya, dan memperkembangkan potensi bahkan lingkungannya secara maksimal. Westminster Confession secara gamblang dan tuntas mengungkapkan bahwa manusia memang dicipta dengan satu tujuan penting yakni untuk memuliakan Allah Penciptanya.
Sejarah kemudian membeberkan satu fakta penting, manusia yang dicipta baik adanya itu jatuh ke dalam dosa. Dosa di dalam bahasa aslinya tidak hanya dimengerti sebagai perbuatan jahat, namun lebih dalam dari itu, dosa (Yun:hamartia) berarti kehilangan, meleset dari target atau sasaran yang ditetapkan, dimana tujuan asli penciptaan manusia adalah untuk memuliakan Pencipta-Nya (theosentris) yang kemudian bergeser dan berusaha digeser manusia menjadi memuliakan manusia (antroposentris).
Francis A. Schaeffer mengungkapkan bahwa manusia pada dasarnya melakukan segala sesuatu atas basis kepercayaan (believe) yang dipegangnya, ”I do what I think and I think what I believe”. Karena itulah di dalam setiap zaman, ada karya arsitektur emas yang menjadi puncak identitas dan representasi dari zaman itu. Geist atau semangat zaman yang dipantik oleh filosofi yang menjadi presuposisi zaman itu menjadi penentu atas berbagai bidang hidup manusia. Jikalau kita menyebut arsitektur postmodern maka karya arsitektur yang dikenal nyaris selalu diidentikan dengan karya dekonstruksi dan minimalis ornamentasi, mengapa? karena para arsitek posmodern memegang filsafat Derrida termasuk Jencks bahwa meaning of life manusia kini adalah permainan bahasa sebagai dasar berlogika dan ekspresinya tercermin melalui rekonstruksi ulang dan mendenkontruksi tatanan lama yang dianggap cenderung absolut terhadap pakem dan langgam tertentu (lihat gambar di atas, sebuah model deconstructivist vision).
Jikalau kita menyebut arsitektur klasik maka tidak mungkin tidak mengenal arsitektur Greek, Byzantium, Renaissance, Gothic, Romantic, dan sebagainya yang dipengaruhi oleh pemikiran filsafat yang tengah berkembang di masa tersebut.
Fakta kejatuhan manusia (fall) menjadi pengaruh yang besar dalam kehidupan manusia termasuk bidang arsitektur. Jikalau kemajuan (jikalau boleh disebut ”kemajuan”) dalam arsitektur saat ini dengan ditandai dengan bangunan tertinggi, terbesar di setiap wajah kota di dunia, maka fakta keberdosaan makin menunjukkan bahwa solusi arsitektur modern tersebut belum tentu mencegah manusia untuk terus sustain merusak alam dan tidak menghormati Penciptanya.
Saturday, April 26, 2008
KEBUDAYAAN & ARSITEKTUR: REFLEKSI 2008
Setelah sekian lama vakum, kali ini hadir satu tulisan refleksi yang semestinya dimuat awal Januari 2008 lalu. Kiranya bisa menjadi semacam pencerahan dalam cakrawala pemikiran dan kebudayaan kita.
Arsitektur merupakan cerminan worldview manusia. Dunia arsitektur tidak cukup dipahami sebagai realitas fisik berupa ruang fisik teraba yang dihasilkan oleh kondisi sosial, lingkungan alam maupun budaya masyarakatnya. Lebih dari itu, karya arsitektur sebenarnya dibangun atas dasar paradigma dan filosofi berpikir pembangunnya (individu maupun komunal). Ranah arsitektur mencakup fenomena dan nomena, oleh sebab itu arsitektur tidak mungkin dilihat dari kategori material yang dihasilkan.
Amos Rapoport mengungkapkan bahwa arsitektur mengalami dikotomi, yakni dibagi dalam kelompok arsitektur yang diwakili oleh bangunan-bangunan, seperti monumen-sebagai bangunan tradisi desain yang agung yang merupakan representasi dari kekuasaan dan kejeniusan individual sang arsitek. Sebaliknya, budaya masyarakat merupakan ekspresi yang berhubungan dengan budaya mayoritas, tanpa adanya seorang desainer, seniman atau arsitek. Akan tetapi ”hidup” dalam masyarakat lebih dari tradisi desain yang agung yang merepresentasi budaya para elite. Budaya massa dalam arsitektur ini seringkali didefinisikan antara lain sebagai arsitektur primitif, arsitektur vernakular, architecture without architect, arsitektur tradisional, regional culture ataupun juga arsitektur pinggiran. Sedangkan budaya tinggi diwakili oleh arsitektur non-tradisional, arsitektur world culture, universal civilization.
Bagi penulis, arsitektur tidak mengalami dikotomi, namun karena lahir dan hidup dari paradoksial kehidupan manusia maka nampak seolah terbagi satu dengan yang lain. Terdapat satu adagium yang menyebutkan bahwa akar untuk mengenal (karya) arsitektur adalah mengenal esensi manusianya (who is man?) terlebih dahulu, baru kemudian dapat dijajaki seberapa besar pengaruh esensi manusia sesungguhnya terhadap kehadiran karya-karya arsitektur di dunia dan mengapa seolah-olah terjadi dikotomi antara yang baik dan buruk.
Bersambung
Friday, August 17, 2007
MENJELAJAH ARSITEKTUR TRADISIONAL DI SUMATERA

-
(Seri 2: Sumatera)
(1) Danau Toba yang dikenal sebagai bekas kaldera dari pecahan gunung api super;
"An ancient name for
(Wikipedia)
Bagi masyarakat tradisional Aceh, rumah tinggal bukanlah rumah hunian biasa tanpa makna. Orientasi rumah yang selalu diupayakan menghadap ke arah Mekkah (ke arah barat dari Aceh), merupakan ungkap bentuk kecintaan terhadap Islam sehingga mendorong karya arsitektur menyesuaikan jatidirinya.
Selain orientasi rumah yang selalu mengikuti garis imajiner timur ke barat, namun apabila ada penambahan ruang maka dilakukan ke sisi samping (utara atau selatan). Hal tersebut nampak pada arah hadap bangunan ke arah timur sedangkan sisi dalam-sisi belakang yang dianggap sakral berada di sisi barat.
Pembangunan rumoh Aceh tidak hanya harus memenuhi syarat agamawi saja, namun karena harus responsif terhadap alam tropis maka rumoh Aceh hadir dalam bentuk rumah panggung yang nyaman.
Membangun Rumoh Aceh
Bagi masyarakat Aceh, membangun rumah bagaikan membangun kehidupan itu sendiri. Hal itulah mengapa pembangunan yang dilakukan haruslah melalui beberapa persyaratan, seperti pemilihan “hari baik” yang ditentukan oleh teungku (ulama setempat) dan pengadaan acara kenduri dengan upacara peusijuk-nya.
Apabila persyaratan mutu bahan bangunan benar-benar menggunakan kayu pilihan dan berkualitas bagus, maka rumah Aceh mampu bertahan hingga ratusan tahun.
Mengenal Rumoh Aceh
Ruang utama atau rambat terasa lapang dan luas karena sengaja tidak diisi perabot kursi-meja, namun hanya diisi hamparan tikar ngom lapis tikar pandan yang halus. Tamu umumnya dipersilahkan duduk bersila bersama sang tuan rumah sehingga menghadirkan suasana kehangatan persaudaraan.
Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya, rumoh Aceh adalah rumah panggung yang memiliki yup moh atau ruang bawah terbuka yang memiliki peranan penting banyak fungsi seperti (1) digunakan kaum perempuan untuk membuat songket; (2) tempat meletakkan jeungki dan krongs; (3) memudahkan antisipasi terhadap kemungkinan banjir atau ancaman binatang berbahaya; (4) digunakan untuk kandang hewan peliharaan; hingga (5) digunakan sebagai warung atau kios.
Keberadaan Rumoh Aceh kini
Masa kini telah jarang sekali ditemui rumoh Aceh yang dibangun spesifik untuk rumah tinggal, godaan untuk tinggal di dalam rumah beton mendorong mayoritas masyarakat Aceh melepas secara perlahan-lahan akan warisan budaya arsitekturnya.
Selepas tragedi tsunami, banyak sekali peninggalan rumoh Aceh yang asli hilang tersapu badai alam di samping tersapu badai modernisasi. Berdasarkan amatan yang pernah dilakukan, rumoh Aceh asli masih “cukup banyak” ditemui di daerah Kabupaten Pidie dan di desa-desa sekitar kawasan pantai Timur yang tersebar dari Aceh Timur hingga Aceh Besar.
Apresiasi pemerintah setempat terhadap tinggalan arsitektur tradisional ini nampak dibangunnya Museum Aceh yang mengadopsi rumoh tradisonal Aceh di Jl. S.A. Mahmudsyah di
Ungkapan:
“Pintu rumoh Aceh ibarat hati orang Aceh, sulit untuk memasukinya namun begitu masuk akan diterima dengan penuh lapang dada serta kehangatan”.
Wednesday, August 1, 2007
BERWISATA MENIKMATI ARSITEKTUR TRADISIONAL DI INDONESIA
Tulisan ini merupakan rangkaian tulisan (cukup panjang dan berseri) mengenai berbagai arsitektur rumah tinggal tradisional yang tersebar mulai dari daerah di paling barat Indonesia hingga paling timur Indonesia. Tulisan dan penelitian mengenai arsitektur tradisional telah cukup banyak dilakukan, sehingga penitikberatan tulisan ini cenderung merujuk pada kegiatan berwisata itu sendiri. Tentu akan ada penjelasan ringkas yang berkaitan dengan nilai tradisi bahkan warisan filosofis yang diajarkan masing-masing etnik melalui bijaksana dibalik arsitekturnya, namun karena contents berkaitan wisata maka tidak lupa diusahakan disertai dengan peta dan lokasi karya arsitektur dengan legenda amenitas maupun aksesbilitas penunjang sehingga memudahkan para pembaca-pejalan menyusuri bahkan mendatangi rumah tinggal tradisional di berbagai pelosok Indonesia.
Keywords:
Menyelami karya budaya bangsa
Menghadirkan kumpulan karya arsitektur tradisional khasanah berbagai suku bangsa masyarakat Indonesia ke dalam sebuah tulisan tentulah tidak dimaksudkan untuk mengecilkan kebesaran karya-karya arsitektur di Indonesia, namun lebih merupakan upaya untuk merangsang kecintaan, mendorong kuriositas dan mengajak khalayak untuk mendatangi karya tersebut dan belajar bijaksana dibaliknya.


Tentu saja benar!,namun akan lebih baik apabila perjalanan wisata tidak lagi hanya untuk menikmati satu objek saja, karena kini tawaran one package tourism telah menciptakan rangkaian atraksi yang utuh dan bermakna bagi para wisatawan dan pengelana.

Setiap penamaan berkait dengan nilai tradisi, mengandung nilai budaya, kearifan, serta cita rasa seni dan logika tinggi dari para arsiteknya. Demikian pula sebutan bagi para arsiteknya (master builder) yang di dalam strata sosial masyarakat adat memiliki tanggung jawab dan kedudukan serta panutan bagi masyarakat pendukungnya. Pada masyarakat Jawa dikenal sebagai kalang/empu, pande di Batak, pendagi di Lombok, undagi di Bali, panggita di
Tuesday, June 12, 2007
MENGGUGAT GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE
Tinjauan Melalui Aspek Pengajaran Kristus
“Berkonsep” mengenai menjadi baik merupakan hal yang lebih mudah dilakukan ketimbang “berubah” menjadi baik, untuk menjadi baik tersebut maka pemimpin ataupun pemerintah mau tidak mau akan diperhadapkan pada masalah perubahan hati, yang di dalam Kitab Sucinya orang Kristen sama pentingnya dengan perubahan pola pikir. Seperti apakah yang dimaksud dengan
Pertama, CINTA GOLGOTA ADALAH CINTA PENGORBANAN, rela merugi demi kebahagiaan orang lain. Adagium ini barangkali telah terasa usang tatkala kita lebih cenderung menerima adagium "berbahagia di atas penderitaan orang lain".
Cinta sejati seharusnya berupa altruisme dan bukan egoisme, berupa eksploitasi diri dan bukan mengeksploitasi orang lain bagi kepentingan sendiri. Oleh karena itu, jika suami mengasihi istri, orang tua mengasihi anak, guru mengasihi murid, dan pemerintah mengasihi rakyat (seperti Kristus yang rela mati untuk mendamaikan manusia yang berdosa dengan Allah yang Mutlak Suci-Kudus), mereka harus rela membayar harga mahal untuk mengorbankan diri bagi kebahagiaan orang lain. Praktek elite politik membonsai rakyat menjadi komoditas politik merupakan praktik keji penuh kebencian, miskin cinta, kejam, dan tidak bermoral. Praktek seperti itu harus dihentikan. Marilah kita membangun cinta sejati yang diparadigma dalam pengorbanan diri.
Kedua, CINTA GOLGOTA ADALAH CINTA PENUH PENGAMPUNAN DAN BUKAN BALAS DENDAM. Perkataan pertama Yesus Kristus di kayu salib adalah "Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Lukas
Salib dalam hukuman mati Romawi telah menjadi panggung penuh kutuk. Namun ketika Yesus Kristus berada di atas kayu kasar itu, Ia menunjukkan praktek berbeda : pengampunan. Ya, Ia mengampuni para pemaku dan pencambuk diri-Nya. Itulah cinta sejati, penuh pengampunan.
Tanpa cinta sejati demikian, bangsa kita akan terus dipenuhi praktek dendam kesumat yang telah berurat akar dan tidak akan selesai kecuali senjata pengampunan digunakan secara optimal. Tanpa ini, suku satu akan terus membalas suku yang lain. Angkatan satu saling mencerca, mendendam, iri hati dan jengkel dengan angkatan lain.
Ketiga, CINTA GOLGOTA ADALAH CINTA PENUH PENERIMAAN. Seorang penjahat, yang tadinya menghujat Yesus tetapi kemudian akhrnya bertobat, berseru, "Yesus, ingatlah akan aku apabila Engkau datang sebagai Raja" (Lukas 23:42). Yesus kemudian menerimanya dan berkata, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus" (Lukas 23:43).
Penerimaan Yesus ini tidak serta-merta mereduksi keadilan penghukuman karena cinta sejati tidak pernah mau menerima kejahatannya. Yang diterima adalah orangnya. Tanpa penerimaan kepada seseorang yang telah berbuat salah, penghakiman dan keadilan akan menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan.
Seseorang sekalipun, berbuat jahat, tetap manusia yang dicipta sebagai citra Allah dan seharusnya diterima orang lain. Diperlukan cinta seperti ini di tengah masyarakat agar kita dapat saling menerima dan menghargai perbedaan.
Keempat, CINTA GOLGOTA MELENYAPKAN KETAKUTAN sebagaimana ditegaskan dalam Surat 1 Yohanes 4:18 "di dalam kasih (cinta) tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan". Yesus Kristus tidak takut akan penderitaan dan kematian. Sekalipun hal mengerikan itu harus Ia jalani. Namun karena Ia mengasihi, sama sekali tidak ada ketakutan.
Seorang ibu yang harus menemani anaknya di tengah kegelapan tidak merasa takut karena mengasihi anaknya. Seorang ayah yang harus menemani anaknya, penderita flu burung, tidak takut tertular karena mengasihi anaknya. Kalau para elite kita benar-benar mengasihi, mereka seharusnya tidak menjauhi rakyat atau menjadikan rakyat seperti momok dan borok yang harus dijauhi, melainkan dengan berani mendekati pusat krisis dan dekat dengan air mata rakyat.
Cinta seperti ini diperlukan para pemimpin. Cinta yang tidak menghasilkan ketakutan, melainkan keberanian. Bukan keberanian untuk berbuat kejahatan, tetapi keberanian untuk berbuat kebenaran.
Kelima, CINTA GOLGOTA PENUH DENGAN KARAKTER MULIA, sebagaimana ditegaskan dalam Surat 1 Korintus 13:4-7 "Kasih (cinta) itu sabar, kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak marah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan teteapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu".
Antonius (2007) punj menjelaskan bahwa, karakter-karakter mulia bermutu tinggi ini barangkali bisa menjadi parameter bagaimana praktek cinta telah dijalankan di tengah masyarakat, yakni antara pemerintah-rakyat, suami-istri, orangtua-anak, guru-murid, penjual-pembeli, dan seterusnya.